NagabolaNews – Meski belum populer, namun truk listrik terus bermunculan sejak beberapa tahun terakhir. Namun, apakah kendaraan niaga bersuara senyap itu sudah sesuai dengan budaya berkendara sopir di Indonesia?
Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Kecelakaan (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan terdapat perbedaan yang krusial pada kendaraan biasa dengan kendaraan listrik. Terlebih para pengemudi terbiasa dengan kendaraan dengan mesin pembakaran dalam.
“Sumber tenaga daripada tenaga listrik dengan mesin pembakaran dalam itu sangat berbeda jauh, secara efisiensi memang lebih bagus listrik tapi secara safety ini harus hati-hati karena ada bridging technology, kebiasaan orang-orang pakai ini dengan ini takutnya nanti disamakan,” kata Wildan di GIICOMVEC 2024, Jakarta (8/3/2024).
Baginya hal tersebut berkaitan erat dengan budaya berkendara di Indonesia, apalagi banyak pengemudi yang ‘banyak akal’ ketika kendaraan mengalami masalah. Alih-alih menjadi benar, bila ini terjadi pada truk listrik bisa sangat berbahaya.
Orang Indonesia “Jorok”
“Saya terus terang saja orang kita itu jorok terhadap listrik masalah instalasi dan sebagainya. Kabel-kabel yang telanjang nggak ada sarungnya dan sebagainya, kemudian banyak lobang-lobang yang disampir-sampirkan kabelnya kan jadinya kan berantakan,” ujarnya.
“Ini yang menjadi perhatian kami sebenarnya dengan teknologi kendaraan listrik, mereka (produsen) sudah siap nggak dengan budaya (masyarakat Indonesia)? Karena yang saya perhatikan selama ini listrik di mesin pembakaran dalam itu hanya supporting, kalaupun ada malfunction hanya kebakaran,” lanjut Wildan.
Jika terjadi kerusakan pada truk atau kendaraan listrik pada umumnya, Wildan menyebut itu menjadi function hazard. Kerusakan bisa menjalar ke semua lini dan sangat berisiko tinggi. Maka dari itu dirinya masih mempertanyakan kesiapan semua pihak terlebih pengemudi dan mekanik yang langsung bersentuhan.
Kesiapa Pengemudi Indonesia
“Makanya saya agak khawatir apakah kita siap? Pengemudi kita dan mekanik kita terhadap hal itu,” ungkap Wildan.
Karena teknologi setiap produsen kendaraan berbeda-beda, apalagi dengan mobil listrik. Wildan mengimbau untuk membekali dengan pengetahuan yang mendalam agar bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
“Ya jelas, karena hazard-nya beda. Jadi antara kendaraan mesin pembakaran dalam dengan kendaraan listrik itu dua hal yang berbeda teknologinya, remnya aja beda kalau di listrik itu kan pakai generatif break nah berarti ini hazard-nya harus diperhatikan, apalagi nanti di sana banyak menggunakan ECU (Electric Control Unit), nanti ada masalah controller dan sebagainnya,” tutupnya.